Andreas Panayiotou memiliki kerajaan properti senilai 400 juta poundsterling (Rp 5.5 triliun) dan menduduki peringkat 200 orang terkaya di Inggris. Pada Jumat (3/6/2011), dia membuat pengakuan mengejutkan. “Saya tidak bisa membaca,” katanya.
Ayah lima anak itu bukannya tidak mau belajar membaca. “Waktu kecil saya berusaha keras agar bisa membaca,” kata lelaki 45 tahun itu. Dia memutuskan berhenti sekolah pada umur 14 tahun.
Di luar masalah disleksia, Panayiotou tak membantah bahwa dia benci membaca waktu masih kecil. “Jadi setelah dewasa saya punya cara tertentu untuk menghindarinya.”
Jadi dia memiliki trik khusus untuk mengakali kelemahannya itu. “Saya memiliki daya ingat yang luar biasa, photographic memory. Saya mengenali bentuk untuk mengenali sebuah kata, tanpa perlu bisa membaca,” ujarnya.
Di jalan misalnya, dia selain menghapalkan tanda lalu lintas, dia menghapalkan bentuk kata nama jalan ataupun nama kota. Sayangnya trik itu tidak berlaku pada setiap hal. “Kalau ada nama belakang baru yang saya tidak mengenali, saya tidak mungkin bisa. Begitu juga dengan mengisi formulir seperti paspor. Itu area terlarang saya,” ujar lelaki yang pernah menjadi petinju itu.
Meskipun memiliki kekurangan seserius itu, dia berhasil membangun sebuah kerajaan bisnis yang mengagumkan. Di usia muda, anak imigran Yunani itu membeli sebidang tanah kecil di Islington. Pelan-pelan dia membangunnya menjadi gedung apartemen. Dari situlah bisnisnya berkembang. Pada 2007, dia berhasil menjual ribuan rumah. Kini fokusnya beralih ke hotel.
Perusahaannya, The Ability Group, kini memiliki tujuh hotel. Yang paling gres adalah Hotel Waldorf-Astoria London senilai 70 juta poundsterling (Rp 979 miliar). Dia juga akan menjual “rumah termahal di Inggris”, sebuah properti yang baru direnovasi di Hamstead. Dia berharap rumah itu laku dengan harga 100 juta poundsterling (Rp 1,3 triliun).
Rumah pribadinya di Epping Forest seluas delapan hektare. Dia juga memiliki tiga pesawat pribadi dan sebuah kapal pesiar.
Dia yakin kesuksesannya adalah gara-gara disleksia karena dengan kekurangannya itu dia harus melatih diri untuk bekerja lebih keras dibandingkan orang lain. “Semuanya, dorongan kuat untuk membuktikan bahwa saya berati, kedisplinan yang sangat ketat, dan kebanggaan atas yang sudah saya capai, merupakan hasil dari perasaan malu dan kurang yang saya alami karena tertinggal dibanding anak-anak lain yang bisa membaca,” Panayiotou mengaku.
“Dengan membalik disleksia, Anda berhasil mengembangkan bakat lain. Saya melatih pikiran agar memiliki daya ingat kuat. Kita jadi lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah karena pikiran kita dipaksa bekerja untuk memahami yang terjadi di sekitar kita.”
“Pikiran kita selalu berusaha, berusaha, dan berusaha. Kita jadi lebih kuat karena belajar mengatasi masalah merupakan bagian dari kehidupan,” tuturnya.
Panayiotou kini terlibat aktif dalam kampanye untuk mengatasi buta huruf. “Kemampuan membaca merupakan hal pokok seperti makan,” pungkasnya. (kompas)
Ayah lima anak itu bukannya tidak mau belajar membaca. “Waktu kecil saya berusaha keras agar bisa membaca,” kata lelaki 45 tahun itu. Dia memutuskan berhenti sekolah pada umur 14 tahun.
Di luar masalah disleksia, Panayiotou tak membantah bahwa dia benci membaca waktu masih kecil. “Jadi setelah dewasa saya punya cara tertentu untuk menghindarinya.”
Jadi dia memiliki trik khusus untuk mengakali kelemahannya itu. “Saya memiliki daya ingat yang luar biasa, photographic memory. Saya mengenali bentuk untuk mengenali sebuah kata, tanpa perlu bisa membaca,” ujarnya.
Di jalan misalnya, dia selain menghapalkan tanda lalu lintas, dia menghapalkan bentuk kata nama jalan ataupun nama kota. Sayangnya trik itu tidak berlaku pada setiap hal. “Kalau ada nama belakang baru yang saya tidak mengenali, saya tidak mungkin bisa. Begitu juga dengan mengisi formulir seperti paspor. Itu area terlarang saya,” ujar lelaki yang pernah menjadi petinju itu.
Meskipun memiliki kekurangan seserius itu, dia berhasil membangun sebuah kerajaan bisnis yang mengagumkan. Di usia muda, anak imigran Yunani itu membeli sebidang tanah kecil di Islington. Pelan-pelan dia membangunnya menjadi gedung apartemen. Dari situlah bisnisnya berkembang. Pada 2007, dia berhasil menjual ribuan rumah. Kini fokusnya beralih ke hotel.
Perusahaannya, The Ability Group, kini memiliki tujuh hotel. Yang paling gres adalah Hotel Waldorf-Astoria London senilai 70 juta poundsterling (Rp 979 miliar). Dia juga akan menjual “rumah termahal di Inggris”, sebuah properti yang baru direnovasi di Hamstead. Dia berharap rumah itu laku dengan harga 100 juta poundsterling (Rp 1,3 triliun).
Rumah pribadinya di Epping Forest seluas delapan hektare. Dia juga memiliki tiga pesawat pribadi dan sebuah kapal pesiar.
Dia yakin kesuksesannya adalah gara-gara disleksia karena dengan kekurangannya itu dia harus melatih diri untuk bekerja lebih keras dibandingkan orang lain. “Semuanya, dorongan kuat untuk membuktikan bahwa saya berati, kedisplinan yang sangat ketat, dan kebanggaan atas yang sudah saya capai, merupakan hasil dari perasaan malu dan kurang yang saya alami karena tertinggal dibanding anak-anak lain yang bisa membaca,” Panayiotou mengaku.
“Dengan membalik disleksia, Anda berhasil mengembangkan bakat lain. Saya melatih pikiran agar memiliki daya ingat kuat. Kita jadi lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah karena pikiran kita dipaksa bekerja untuk memahami yang terjadi di sekitar kita.”
“Pikiran kita selalu berusaha, berusaha, dan berusaha. Kita jadi lebih kuat karena belajar mengatasi masalah merupakan bagian dari kehidupan,” tuturnya.
Panayiotou kini terlibat aktif dalam kampanye untuk mengatasi buta huruf. “Kemampuan membaca merupakan hal pokok seperti makan,” pungkasnya. (kompas)
0 komentar:
Posting Komentar